Selasa, 14 Oktober 2014

Arsitek Dan Legalitasnya

Definisi Arsitek
Dalam dunia arsitektur atau dunia bangun-membangun, dikenal istilah Arsitek. Apa Sebenarnya arsitek itu?
Arsitek berarti seseorang yang ahli dalam bidang ilmu arsitektur, ahli dalam merancang bangunan atau ahli lingkungan binaan. Sebenarnya istilah arsitek berasal dari bahasa latin, yaitu architectus. Selain dari bahasa latin , istilah arsitek berakar dari bahasa yunani, architekton, yang berarti ‘master pembangunan’ dengan pecahan suku kata archi ‘kedua’ dan tekton ‘pembangunan atau tukang kayu’.
Dalam pelaksanaannya, secara profesi, arsitek memiliki peran penting sebagai pendamping atau wakil pemilik bangunan selaku pemberi tugas. Seorang arsitek harus senantiasa mengawasi dan memastikan agar pelaksanaan proyek di lapangan sesuai dengan bestek serta perjanjian yang sudah di sepakati.

Syarat Menjadi Arsitek
Seorang Arsitek adalah seorang ahli dalam bidang desain bangunan. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) menyaratkan bahwa untuk bisa menyebut diri sendiri sebagai seorang Arsitek dan bisa berprofesi sebagai Arsitek di tengah-tengah masyarakat, seseorang harus memenuhi semua persyaratan berikut:
1) Sudah menyelesaikan pendidikan formal di bidang Arsitektur
2) Memiliki pengalaman bekerja dengan seorang Arsitek Madya atau Utama (diterangkan kemudian) atau di sebuah perusahaan desain arsitektur (sering disebut dengan Biro Konsultan Arsitektur)
3) Mengikuti program-program penataran yang diadakan IAI, dan
4) Lulus ujian Sertifikasi Keahlian Arsitek (SKA) yang diadakan IAI.
Berdasarkan keahlian dan sertifikat yang dipegangnya, seorang Arsitek dibedakan menjadi: Arsitek Pratama (junior), Arsitek Madya (menengah), dan Arsitek Utama (senior). Sertifikat yang dipegang seorang Arsitek akan menentukan bangunan-bangunan yang boleh dan tidak boleh didesain seorang Arsitek, dilihat berdasar kompleksitasnya. Sementara Arsitek Utama boleh mendesain bangunan-bangunan rumit seperti bandar udara, rumah sakit, dsb, seorang Arsitek Pratama hanya boleh mendesain rumah dan bangunan-bangunan lain yang memiliki kerumitan rendah.
Arsitektur memiliki lingkup yang berhubungan dengan bangunan gedung atau kelompok bangunan gedung, interior bangunan dan eksterior lingkungan sekitar bangunan. Seorang Arsitek mempelajarinya sejak tingkat pertama di pendidikan tinggi bidang arsitektur selama sekurang-kurangnya 8 (delapan) semester, bagaimana menghasilkan lingkungan binaan yang baik, termasuk tentang bangunan gedung dan lingkungannya, yang akan berfungsi baik bagi penggunanya sekaligus mempunyai nilai seni arsitektur yang tinggi. Setelah selesai sekolah, Arsitek masih diwajibkan magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun di bawah bimbingan arsitek senior, sebelum dirinya dinyatakan kompetensebagai Arsitek profesional untuk melakukan praktik arsitektur.
Arsitektur seperti hal diatas juga perlu mengangkat nilai-nilai estetika yang abstrak menjadi wujud kongkrit yang bisa dinikmati oleh banyak orang seperti bangunan yang indah, warna yang menawan dan gaya bangunan yang menyenangkan. Kehadiran kepranataan Arsitek dalam bentuk UU tentang Arsitek (Architect’s Act) diperlukan selain untuk mengakui keberadaan Arsitek sebagai ahli dalam bidang arsitektur dan lingkungan binaan sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, juga untuk memenuhi hak masyarakat untuk hidup dalam suatu hasil rancangan arsitektur serta lingkungan binaan yang baik, aman, nyaman dan terjangkau.
Seperti juga yang terjadi di negara lain, suatu UU tentang Arsitek setidaknya nanti harus komplementer dan lebih spesifik dari UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang secara tegas menetapkan klasifikasi dan persyaratan, bahwa hanya orang yang ahli pada bidang arsitekturlah yang bisa mengerjakan dan bertanggung jawab untuk pekerjaan arsitektur. Undang-undang ini dibuat dengan menguraikan tiga hal utama bagi persyaratan Arsitek, yaitu tentang:
1) pendidikan yang diperoleh,
2) pengalaman praktik, pengembangan keprofesian berkelanjutan dan
3) kompetensi profesional (termasuk didalamnya pengertian terhadap kode etik dan
kaidah tata laku profesi).


Pekerjaan Seorang Arsitek

1. Menata letak bangunan-bangunan yang memiliki keterikatan fungsi dalam sebuah site dan mendesain site tersebut.
2. Mengolah tata ruang sebuah bangunan.
3. Menentukan konsep desain interior sebuah bangunan (termasuk perletakan furniturenya, dll).
4. Mengolah bentuk luar dan tampak sebuah bangunan.
5. Menentukan jenis dan letak sistem struktur pada bangunan.
6. Menentukan jenis dan letak instalasi listrik pada bangunan.
7. Menentukan jenis dan letak instalasi pipa air dan jalur penghawaan udara.
8. Menentukan jenis dan letak alat-alat transportasi dalam bangunan (lift, dsb).
9. Menghitung biaya konstruksi sebuah bangunan.


Peraturan Tentang Arsitek

Sampai dengan hari ini pengaturan tentang profesi Arsitek dan praktik arsitektur di Indonesia masih belum terlalu jelas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Baru pada tahun 1999 terbitlah UU No.18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No.28 / 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai pengganti undang-undang sejenis dari masa kolonial Belanda, mulai ada titik terang berkaitan dengan peran Arsitek nasional. Sayangnya konstitusi tersebut hanya menjelaskan ketentuan tentang praktik Arsitek dalam bentuk definisi yang berbunyi sebagai penyedia layanan jasa perencanaan dan jasa pengawasan bangunan seperti yang juga termuat pada beberapa Peraturan Pemerintah antara lain dalam pengadaan barang dan jasa, tanpa memperinci lebih lanjut siapa yang dimaksud dengan penyedia jasa tersebut.
Pada bagian ketentuan keahlian yang dipersyaratkan, ternyata tanggung jawab profesi masing-masing ahli di bidang jasa konstruksi inipun dianggap sama rata, bahkan penerapannya terbatas hanya untuk bangunan dan fasilitas milik negara saja.
Selama ini keberadaan peran Arsitek dan praktik arsitektur di Indonesia sebagian diatur melalui pengaturan penyelenggaraan pembangunan nasional, antara lain :
- UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi
- PP No. 28,29 dan 30/2000 tentang Jasa Konstruksi
- UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung
- PP No. 36/2005 tentang Bangunan Gedung
- Keppres 18/2000 tentang Pengadaan Barang & Jasa
- Perubahan Keppres 18/2000 tahun 2002
- Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara - Kep Menkimpraswil
nomor 332/KPTS/M/2002
- Surat Edaran Bersama Deputi Ketua Bidang Pembiayaan dan Pengendalian
Pelaksanaan Bappenas dan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan No.
604/D.VI/02/1998 dan No. SE-35/A/21/0298
Pada hakekatnya kaidah dan akidah profesi adalah upaya mencari nafkah dengan mengabdikan keahlian sebagai pelayanan untuk kepentingan masyarakat, sehingga tujuan pengabdian profesi Arsitek hanyalah satu, yaitu: memberikan karya yang terbaik yang dapat dihasilkan bagi sebesar-besarnya manfaat dan perlindungan kepada masyarakat.
Arsitek dalam melakukan tugas profesinya lebih dari sekedar bekerja (okupasi) dan panggilan (vokasi), melainkan harus selalu bersumber pada bagian yang terdalam dari diri manusia. Maka ketika Arsitek melakukan praktik arsitektur harus merupakan manifestasi dari panggilan nurani untuk berkarya dan mengamalkan ilmu serta keahliannya sebagai suatu pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Apabila kita membandingkan dan mengamati struktur peraturan perundangundangan keprofesian yang lazim berlaku di banyak negara, untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya profesi Arsitek (dan insinyur) dibutuhkan setidaknya 3 (tiga) kepranataan
sebagai pilar pendukung utama. Masing-masing mengatur hal-hal yang berbeda tetapi
saling melengkapi dan menjadi kesatuan yang utuh.

Pilar yang pertama, adalah kepranataan yang mengatur hubungan kerja dan
penyelenggaraan kerjasama para pihak yang bertanggungjawab dalam proses
pembangunan. Di Indonesia, kepranataan ini terwujud dalam bentuk Undang-Undang No.
18/ tahun1999 tentang Jasa Konstruksi.
Pilar kedua, adalah kepranataan yang mengatur obyek/materi dalam konteks jasa
konstruksi, dalam hal ini adalah bangunan gedung dan lingkungan binaan (built
environment). Kepranataan ini di Indonesia terwujud dalam bentuk Undang-Undang No. 28/tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Pilar ketiga, adalah kepranataan yang mengatur subyek/para pelaku, yang dalam hal ini
adalah Arsitek (dan insinyur). Kepranataan ini belum ada di Indonesia, yang lazim di
berbagai Negara dikenal sebagai Architect’s Act dan Engineer’s Act.


Daftar Pustaka :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar